ads

ads

Slider

Style2

Style3[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5


Menjelang Pilpres 2019, isu politik semakin memanas saling tudingpun sudah biasa terjadi dan mencari pembenaran masing-masing.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengaku pernah menjadi korban ketidakpastian hukum.

Hal itu diungkapkan karena dirinya pernah dituduh sejumlah pihak terlibat dalam kasus dugaan pelanggaran HAM berat.

loading...

"Kita belum pernah mengenal pelanggaran HAM berat, kriterianya tidak ada, undang-undang tidak ada, tapi dituduh sebagai pelanggaran HAM berat," kata Wiranto di Jakarta, Selasa (7/10).

Nama Wiranto sendiri kerap dikaitkan dengan sejumlah kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu. Beberapa di antaranya kasus kerusuhan usai jajak pendapat di Timor Timur serta kerusuhan yang terjadi pada 1998.

"Sebenarnya ada satu hal yang menyedihkan tatkala kita belum punya undang-undang, belum punya hukum, tapi harus menjalani tuduhan seperti itu, akhirnya kita buru-buru buat satu undang-undang baru yang mengatur pelanggaran HAM berat," kata Wiranto.





Penjelasan maupun kriteria tentang pelanggaran HAM berat sendiri termuat dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Pada pasal 7 dijelaskan, pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap genosida.

Namun, mantan Panglima ABRI itu menilai penjelasan tentang pelanggaran HAM berat dalam undang-undang tersebut sampai sekarang belum jelas. Sebab, menurut Wiranto, belum ada perbedaan yang jelas antara pelanggaran HAM berat dan biasa.

Sulit Tuntaskan Kasus

Wiranto mengaku kesulitan menyelesaikan berbagai kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu. Padahal saat ini banyak aktivis yang mendesak dirinya segera menyelesaikan kasus itu.

loading...

"Misalnya petrus, penembakan misterius tahun 1982 oleh Presiden Soeharto, selesaikan, itu pelanggaran HAM berat utang pemerintah, saya katakan yang diperintahkan sudah mati, yang ditembak sudah mati, bagaimana menyelesaikannya," ujar Wiranto.

Sama halnya dengan kasus Wasior, Papua, yang diduga masuk kategori kasus pelanggaran HAM berat. Wiranto berpendapat, untuk bisa membuktikannya perlu ada autopsi kepada para korban sehingga diperoleh bukti untuk mengusut kasus tersebut. Namun, hukum adat di Papua tidak mengizinkan ada autopsi.

"Kalau diautopsi adat mengatakan jangan, arwahnya sudah tenang di sana," ucapnya.

Wiranto berpendapat, perlu ada bukti untuk bisa menyelesaikaan kasus dugaan pelanggaran HAM berat tersebut.

"Kalau enggak ada bukti, enggak ada tuduhan, lagi-lagi dibilang pemerintah enggak serius, pemerintah kurang berperan," kata Wiranto.

Share/Bagikan Artkel ini..
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Top