ads

ads

Slider

Style2

Style3[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5


REPORTASE,- Dasar Ahok. Masih di penjara saja tapi sudah digadang-gadang banyak orang untuk menjadi "ini" dan "itu" setelah bebas dari penjara nanti.

Misalnya saja banyak netizen yang mengusulkan supaya Ahok menjadi ketua KPK--Komisi Pemberantasan Korupsi.

Ahok menjadi ketua KPK? Sebenarnya sangat pantas dan ideal. Segala persyaratan dimiliki oleh mantan gubernur DKI Jakarta ini untuk menjadi pimpinan KPK.

loading...

Dia jujur, transparan, tegas, berani bertindak, berani mati, berani menghadapi hukum, punya nyali, dan dia ingin melihat negeri ini bersih dari korupsi.

Bila ingin negeri ini maju, salah satu syarat paling penting adalah harus steril dari korupsi. Korupsi adalah musuh utama umat manusia, sebab korupsi merusak peradaban, merusak masa depan sebuah bangsa, membuat banyak rakyat hidup susah.

Bayangkan, jika misalnya pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 1 triliun yang untuk kepentingan warga di sebuah wilayah, tapi disunat oleh para oknum di sana sini, sehingga yang tersalur hanya separuh atau seperempatnya. Abraham Samad, mantan KPK pernah menghitung, jika tidak ada korupsi,  pendapatan per kapita masyarakat Indonesia mencapai puluhan juta rupiah  per bulan. Koruptor telah merampas hak rakyat untuk hidup sejahtera di  negeri yang kaya raya ini.

Jika ingin negara maju dan rakyatnya sejahtera, "penyakit" korupsi harus dihilangkan. Maka lembaga semacam KPK ini harus diperkuat, bukan dilemahkan dengan berbagai dalih terselubung. KPK sebagai buah reformasi dipandang perlu untuk berkonsentrasi menangani kasus-kasus korupsi, sebab lembaga-lembaga yang sudah ada dinilai kurang efektif dan tidak menggigit.

Bahwa korupsi masih sulit diberantas, tampak jelas ketika parpol-parpol mendaftarkan caleg-caleg "koruptor" untuk Pemilu 2019. Untunglah KPU membuat aturan bahwa caleg yang pernah berstatus koruptor tidak boleh menjadi caleg lagi.

loading...

Awalnya parpol-parpol tidak menggubris aturan ini, bahkan ngotot mendaftarkan calegnya yang sudah tidak memenuhi persyaratan "bersih". Untunglah Presiden Jokowi mem-back up ketentuan KPU ini sehingga parpol-parpol itu pun mengganti caleg bermasalah tersebut.

Nah, membayangkan Ahok menjadi ketua KPK, tentu sangat tepat. Tak ada keraguan di dalamnya bahwa dia akan melakukan tugasnya dengan baik dan transparan. Jangankan sebagai ketua KPK, sebagai gubernur saja dia berani membongkar penyimpangan-penyimpangan dalam penggunaan anggaran negara, yang konon selama ini sudah merupakan kebiasaan.

Bahkan mantan bupati Belitung ini juga menggagalkan rencana-rencana jahat yang hendak disisipkan dalam RAPBD misalnya. Dan itu hanya di wilayah Ibu Kota. Bayangkan kalau dia menjadi ketua KPK, seluruh Indonesia akan dijangkau. Bila hanya di seputaran DKI saja dia berhasil menyelamatkan uang rakyat senilai belasan triliun rupiah, tentu akan jauh lebih besar uang negara yang bisa diamankan dia jika dia bertindak atas nama KPK.

Tapi semua di atas itu hanyalah pengandaian. Sebab sulit rasanya membayangkan seorang Ahok menjadi bagian dari KPK. Jangankan sebagai ketua, sebagai salah seorang komisioner KPK pun rasanya mustahil, bila mengingat kondisi lembaga yang berwenang menentukan keanggotaan KPK.

Sebagaimana kita ketahui, DPR, dalam hal ini Komisi III memiliki wewenang yang sangat besar dalam menentukan anggota komisioner atau pimpinan KPK. DPR-lah yang berwenang menentukan lima nama calon pimpinan KPK yang diajukan oleh Presiden atas rekomendasi pansel.

Andaikata Presiden punya kewenangan mengangkat secara  langsung pimpinan KPK, masyarakat bolehlah berharap bahwa pemilik nama asli Basuki Tjahaja Purnama ini melenggang ke Kuningan--kantor pusat KPK. Tapi sebagaimana kita ketahui, komisioner KPK itu didapatkan lewat jalan panjang dan berliku. Pada tahun 2015 panitia seleksi (pansel) menyerahkan delapan nama yang sudah mereka seleksi dan saring, ke Presiden Jokowi. Selanjutnya Presiden  menyampaikan nama-nama tersebut ke Komisi III DPR untuk di-fit and proper test. Lalu DPR memilih lima orang dari nama-nama itu.

Dan hasilnya adalah Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan, Saut Sitomorang, Alexander Marwata, dan Muhammad Syarif. Kelimanya adalah muka-muka baru, sebab ada mantan komisioner KPK periode sebelumnya, tidak dipilih lagi oleh Komisi III.

Di periode depan, bisa saja pansel merekomendasikan nama Ahok menjadi salah satu calon pimpinan KPK kepada Presiden. Tapi apakah nanti para politikus di Senayan sana meloloskan dia dari ujian kepatutan dan kelayakan? Bila melihat kondisi wakil-wakil parpol yang ada sekarang ini, sangat sulit membayangkan mereka merestui Ahok menjadi komisioner KPK.

Maka sangat tepat sekali ketika KPU mensyaratkan caleg harus bersih. Maka apabila seluruh anggota DPR yang terpilih pada periode-periode mendatang (2019 dan seterusnya) semua "bersih" dan tidak terkontaminasi dengan jejak-jejak kasus di masa-masa sebelumnya, bisalah diharapkan mereka akan menyambut baik apabila Ahok direkomendasikan menjadi salah satu calon pimpinan KPK oleh pansel. [kompasiana/lili]

Share/Bagikan Artkel ini..
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Top